Sebagai putra B.R.M.T.H. Tondonagara (Bupati Siti Hinggil Keraton Surakarta Hadiningrat) dan menantu dari K.G.P.A.A. Mangkunegara IV, dan sebagai seorang yang memiliki pengaruh dalam lingkungan keraton dalam hal seni dan sastra, beliau melakukan kontekstualisasi ajaran-ajaran mengenai kekristenan menjadi sangat khas “Kristen Jawa” antara lain mengaitkannya Ratu Adil yang selama ini dinantikan kedatangannya oleh orang Jawa.
Beliau memanfaatkan status pengaruhnya di lingkungan kraton untuk dapat “mengadu ngelmu” atau kita kenal dengan istilah berapologetika baik secara langsung yaitu pemberitaan Injil lewat mimbar maupun melalui karya-karya kesusasteraan dan seni. Kesuksesan dalam menciptakan sendra tari Langendriyan (1881), menjadi sarana komunikasi terkait nilai-nilai kekristenan.
Bangsawan pada saat itu memiliki nama yang berganti-ganti, disesuaikan dengan status dan jabatan. R.M.Ar. Tondokusuma hidup dalam masa jumenengipun KGPAA MN II s/d KGPAA MN V, termasuk saat bertahtanya SISDKS HB III s/d HB VI dan SISKS PB IV s/d SISKS PB IX. Berikut adalah sepak terjang Kyai Ibrahim Tunggul Wulung dengan nama-namanya (1800-1885):
1800, Raden Tondo lahir 1820, bergelar R.M.Ar. Pangeran Tondokusuma dan menikah dengan B.R.Ay. Senen, putri ke-2 K.P.H. Gondokoesoema (yang kemudian menjabat KGPAA MN IV)
1825-1830, dengan gelar Kyai Ngabdullah mendapat restu dari SISKS PB VI menjadi senopati panewu pendem (pasukan 1.000 prajurit telik sandi) mataram dalam mendukung perjuangan B.P.H. Diponegoro.
Pada tahun 1825 - 1830, Perang Diponegoro. Catatan Peter Carey menjelaskan bahwa perang Diponegoro melibatkan 88 Kyai, 36 Haji, 11 Syeh, 18 Pejabat Keagamaan, 15 Kyai-guru dan pemimpin pesantren, serta 3 Nyai. Dalam kekalahan Pangeran Diponegoro, Kyai Ngabdullah menyingkir ke Juwana untuk menghindar kejaran tentara Belanda.
1840, pindah ke Kediri karena identitas Kyai Ngabdullah diketahui oleh pihak Belandan dan adanya krisis ekonomi di daerah Juwana.
(1853, K.P.H. Gondokoesoema bertahta dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) MN IV dan memerintah sebagai raja kerajaan Mangkunegaran s.d. 1881)
1853 - 1854/55, bergelar R.M.Dg. Padmodirjo bertugas menjabat Demang Kediri. Pada saat yang sama bergelar Kyai Tunggul Wulung atau Kyai Ageng Kelud, yaitu gelar sebagai pertapa Gunung Kelud dalam rangka keinginan meninggalkan hidup material dan mandhito.
1857, dibaptis oleh Jelle Eeltjes Jellesma (lahir : Hintzum, Frankenradeel Friesland, 13 Mei 1816 - meninggal : Mojokerto, 16 April 1858 di usia 41 th) dan mengambil nama Ibrahim 1867, dengan gelar Kyai Ibrahim Tunggul Wulung mendirikan beberapa kelompok Kristen
1881, Langendriyan dipentaskan di hadapan KGPAA MN IV
1885, meninggal.
Sebenarnya kami ada dokumen bahwa beliau juga memiliki garwa : RAy Tandakusuma, wayah sinuhun Kanjeng Sultan HB VI dari alur GPH Suryomentaram ( leluhur dari mas Wibie Maharddhika Suryometaram New).
Namun hingga saat ini kami belum menemukan putra/putri beliau. Kedepan kami perlu sowan ke kedaton Yogya untuk mencari saudara-saudari tsb. sehingga tidak kepaten obor.
Berikut adalah secuplik sejarah terkait pertobatan dan karya Kyai Ibrahim Tunggul Wulung dalam penginjilan di tanah Jawa:
Pada waktu R.M.Ar. Tondokusuma dibaptis oleh Jelle Eeltjes Jellesma pada tanggal 6 Juli 1857, ia sangat gembira sebab ia merasa bahwa Tuhan Yesus menjadi Juru Selamat yang membebaskan segala dosanya dan dosa dunia ini. Ia semakin terdorong untuk mengabarkan Injil kepada semua orang di daerah: Kepanjen, Jenggrik, Penanggungan dekat Malang dan Jungo dekat Pandaan.
Demikian juga di daerah sekitar Gunung Muria yang pernah ia kunjungi antara lain Kayuapu dekat Kudus, Bondo dan sekitarnya (kabupaten Jepara), Banyutowo dan Tegalombo (Kabupaten Pati) dan bahkan daerah lainnya hampir seluruh Jawa.
Kyai Ibrahim Tunggul Wulung kemudian mendirikan kelompok kristen di desa Bondo (Kabupaten Jepara) pada bulan Januari 1867. Kelompok tersebut berkembang dengan ditambah 16 keluarga dari Semarang hasil penginjilannya antara lain: Sis Kanoman dan anaknya yakni Sadrach. Sadrach menjadi murid sekaligus anak angkat Kyai Ibrahim Tunggul Wulung.
Orang kristen di desa Banyutowo berjumlah: 234 orang. Kelompok ini dipimpin oleh Tarub anak angkat Kyai Ibrahim Tunggul Wulung. Desa Bondo, Banyotowo dan Tegalombo seolah-olah menjadi “pelabuhan” Kyai Ibrahim Tunggul Wulung. Namun kemudian ia menetap di desa Bondo sampai meninggal pada tahun 1884/5.
Sebelum Kyai Ibrahim Tunggul Wulung meninggal, Jemaat yang ia pimpin antara lain: Bondo, Tegalombo dan Banyutowo diserahkan kepada cucunya, yakni anak Tarub. Namun demikian di kemudian hari, jemaat-jemaat tersebut dan jemaat di tempat lain hasil perintisan Kyai Ibrahim Tunggul Wulung diserahkan kepada Pieter Antonie Jansz, seorang utusan badan zending DZV (Doopsgezinde Zendingsvereeniging) di Margorejo. Pada waktu itu Margorejo sebagai pusat Zending DZV (Doopsgezinde Zendingsvereeniging).
Dalam pelayanannya, Kyai Ibrahim Tunggul Wulung melayani dengan ajaran yang direlevansikan dan dikontekstualisasikan dengan keadaan setempat. Itu berarti pengajarannya tidak rumit dan mudah diterima oleh warga jemaatnya. Pokok pelajaran utama adalah Yesus sebagai Juru Selamat. Diajarkan pula kepada jemaat antara lain: Pujan (Doa Bapa Kami), Pangandel (Pengakuan Iman Rasuli), dan Racikan Sedasa Prakawis (Dasa Titah). Apabila jemaat sudah hafal, dinilai cukup.
Pengajaran Kyai Ibrahim Tunggul Wulung terkesan sederhana. Jemaatnya bisa menghayati dengan lebih mendalam dari pada Pieter Jansz yang dilatarbelakangi teologi pietis Eropa. Selain itu Kyai Ibrahim Tunggul Wulung mengarang lagu-lagu pujian untuk menyampaikan konsep-konsep doktrin Kristen sehingga mudah dipahami dan dihayati oleh jemaat saat itu.
Berikut adalah salah satu lagu pujian yang diciptakan oleh Kyai Ibrahim Tunggul Wulung:
2/4 1=C
/1 2 / 3 2 1 / 2 3 2 1 / 2 3 1
Duh Yé-sus Ra tu ning gesang
. 5 / 1 3 / 2 . 1 / 2 1 6 / 5
Putra-ni- pun Al – lah ing-kang
. 5 / 1 3 / 2 . 5 / 1 3 / 5
sampun ngawon kénging pejah
. 3 / 3 5 / 3 . 2 / 1 2 / 1
sa- wer Tu-wan re -muk si- rah
. 1 / 3 3 / 2 1 2 / 3 3 / 1
na- li- ka ja- man pines- thi
. 5 / 1 3 / 2 . 1 / 2 1 6 / 5
Tu- wan ing kang a ne te- pi
. 5 / 1 3 / 2 . 1 / 2 3 / 5
jan ji né Al lah kang se tya
. 3 / 3 5 / 3 . 2 / 1 2 / 1
mi tu lu ngi ti yang nis tha
. 1 / 3 3 / 2 1 2 / 3 3 / 1
dé saking swar ga tu medhak
. 5 / 1 3 / 2 . 1 / 2 1 6 / 5
ka da mel kur ban ing panrak.
Yang artinya:
Ya Yesus raja kehidupan
Anak Allah yang sudah mengalahkan maut
Ular Tuhan remukkan kepalanya
Ketika telah tiba waktunya
Tuhan menggenapi janji Allah yang setia
Menolong manusia hina
Sehingga turun dari sorga
Dijadikan korban atas pelanggaran.
Sumber:
Aristarkus., “Sejarah perkembangan DZV di Tanah Jawa”, 1970, 121. Bandingkan dengan: Lawrence M. Yoder., Bahan Sejarah Gereja Injili di Tanah Jawa, 10. Bandingkan juga dengan: van den End dan J.Weitjens., Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia 1860-Sekarang (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 221; Gerald H. Anderson (ed)., Biographical Dictionary of Christian Missions (Grand Rapids, Michigan/Cambridge, U. K: William B. Eerdmans Publishing Company, 1999), 684; van den End., Sumber-sumber Zending Tentang Sejarah Gereja di Jawa Barat 1858-1963 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 123.
C. Guyllot., Kiai Sadrach, (Jakarta: Grafiti Press, 1985), 42
Gerald H. Anderson (ed)., Biographical Dictionary of Christian Missions, Grand Rapids, Michigan/ Cambridge, UK: William B.Eerdmans Publishing Company, 1999, 684.
A. G. Hoekema., Kyai Ibrahim Tunggul Wulung, 13.
Lawrence M. Yoder., Bahan Sejarah Gereja Injili di Tanah Jawa, 16.
Peter Carey “Satria and Santri: Some Notes on the Relationship Between Dipanegara’s Kraton and Religious Suppoerters During the Java War (1825-1830)” dalam T. Ibrahim Alfian (ed).
Dari Babad dan Hikayat Sampai Sejarah Kritis (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992), 276-77.
Catatan:
Aristarkus atau R.M. Aristarkus Parni Dwiatmodjo adalah cucu RMAr. Tondokusuma. Eyang Aristarkus adalah penginjil dan pendeta dari Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ). Eyang Aristarkus selama 10 tahun (1905-1015) dibesarkan oleh SISKS PB X di kraton Surakarta Hadiningrat, kemudian beliau pindah ke Manahan dan dibesarkan oleh KGPAA MN VI.
Post a Comment