Kisah Tenggelamnya Istana Sri Krishna
8:26 AM
Kerajaan Dwaraka adalah sebuah kerajaan yg didirikan wangsa Yadawa setelah melepaskan diri dari Kerajaan Surasena yang diserbu oleh raja Jarasanda dari Magadha. Kerajaan ini diperintah oleh Krishna Wasudewa selama zaman Dwapara Yuga.
Wilayah Kerajaan Dwaraka meliputi Pulau Dwaraka dan beberapa pulau tetangga seperti Antar Dwipa dan sebagian wilayahnya berada di darat & berbatasan dengan negeri tetangga yaitu Kerajaan Anarta.
Dwaraka adalah sebuah negara kota membentang ke timur hingga Pindata di sisi timur Sankhoddhara yg tingginya 30-40 meter mungkin ini adalah Raivataka seperti yg dimaksud dalam Mahabharata dan di selatannya adalah Okhamadhi.
Wilayah tersebut terlihat seperti negara Yunani yaitu negeri dengan pulau-pulau kecil dan sebagiannya lagi berupa wilayah daratan. Kerajaan Dwaraka kira-kira terletak di sebelah Barat Laut Gujarat. Ibukotanya bernama Dwarawati.
Tapi kalau dilihat dari namanya, Dwaraka yg adalah bahasa Sanskrit ini berarti pintu-pintu, mirip babilon yg juga berarti Pintu Tuhan, baab berarti pintu dan El berarti Tuhan. Gerbang Dwaraka terhubung dengan daratan eleh sebuah jembatan yang megah.
Selama masa jayanya, Dwaraka adalah kota yg dikelilngi tembok dan berisikan taman yg indah, parit yg dalam dan beberapa kolam istana (Wisnu Purana).
Dikisahkan di kerajaan Mathura Sri Krishna berhasil membunuh Raja Kamsa (paman dari pihak ibu) dan menobatkan Ugrasena (kakek dari pihak ibu-nya) menjadi raja Mathura. Hal ini membuat Marah mertua Kamsa,
Prabu Jarasanda (raja Magadha) bersama dengan temannya Kalayavana menyerang Mathura sebanyak 17 kali. Tetapi dalam penyerangan yang ke 18 Magadha menderita kekalahan.
Untuk melindungi penduduknya, wangsa Yadawa dari kesulitan dalam menghadapi perang yang berulang-ulang. Krishna memutuskan untuk membangun sebuah kota yang terpisah pada sebuah pulau du selatan India dan memindahkan ibukota dari Mathura ke Dwaraka.
Sri Krishna dan kaumnya, Yadava meninggalkan Mathura dan tiba di pantai Saurashtra. Mereka memutuskan untuk membangun kota mereka di daerah pesisir dan dipanggillah Visvakarma, Sang Dewa Pembangun.
Namun, Visvakarma mengatakan bahwa tugas hanya bisa diselesaikan jika Samudradeva, sang penguasa laut, menyediakan beberapa tanah untuk membentuk satu pulau dan istana Dwaraka.
Sri Krishna pun membujuk Samudradeva, dan dengan senang Samudradeva memberi mereka tanah berukuran 12 yojanas dan selanjutnya, dibangunlah oleh Visvakarma kota Dwaraka, sebuah kota emas di tengah pulau reklamasi.
Tamannya secara khusus disebutkan. Yang penuh dengan tanaman buah-buahan dan bunga, pohon pelindung ditanam disepanjang jalan raya. Danau buatan dan kolam penuh ditumbuhi lotus dan pancuran serta air terjun menyejukkan mata. Pohon “nirwana” Parijaata ditanam dalam jumlah yang banyak.
Kota ini hanya bisa dicapai dengan kapal. Pada Sabha Parwa diceriterakan perjuangan Krishna dengan para pengikutnya untuk menyelamatkan diri dari serangan Jarasanda terhadap Mathura dan membangun Dwaraka.
Krishna memilih lokasi yang terpencil jauh dari jangkauan Jarasandha. Beliau memilih pantai barat, jauh dari Mathura, dan menghabiskan setahun untuk membuat perencanaan kota Beliau membangun dari sisa yang tenggelam dari kerajaan sebelumnya Kushasthali.
Penemuan arkeologis bawah laut menunjukan kota ini dibangun pada enam sektor di sepanjang tepi sungai yang bermuara ke laut Arab dan fondasi batu dinding kota yang didirikan membuktikan bahwa tanah itu direklamasi dari laut.
Dwaraka sebagai kota emas memiliki banyak Dwara atau Gerbang yang dihubungkan ke daratan utama dengan jembatan. Dwaraka kemudian dikenal sebagai salah satu tempat suci selain Mathura dan Vrindavana pada masa itu.
Diceritakan dalam kitab Mausalaparwa bahwa pada saat Yudistira naik tahta di Astinapura, dunia telah memasuki zaman Kali Yuga atau zaman kegelapan. Ia telah melihat tanda-tanda alam yg mengerikan seolah-olah memberitahu bahwa sesuatu yg mengenaskan akan terjadi.
Hal yg sama dirasakan juga oleh Kresna. Ia merasa bahwa kejayaan bangsanya akan berakhir, sebab ia melihat bahwa banyak pemuda Wresni, Yadawa dan Andhaka yg telah menjadi sombong, takabur, dan senang minum minuman keras sampai mabuk.
Diceritakan, pada suatu hari, Narada beserta beberapa resi berkunjung ke Dwaraka. Beberapa pemuda yg jahil merencanakan sesuatu untuk mempermainkan para resi. Mereka mendandani Samba, putera Krishna dan Jembawati dengan busana wanita kemudian diarak keliling kota lalu dihadapkan kepada para resi yg mengunjungi Dwaraka.
Kemudian salah satu dari mereka berkata, “Orang ini adalah permaisuri Sang Babhru yg terkenal dengan kesaktiannya. Kalian adalah para resi yg pintar dan memiliki pengetahuan tinggi. Dapatkah kalian mengetahui, apa yg akan dilahirkannya? Bayi laki-laki atau perempuan?”.
Para resi yg tahu sedang dipermainkan menjadi marah dan berkata, “Orang ini adalah Sang Samba, keturunan Basudewa. Ia tidak akan melahirkan bayi laki-laki atau pun perempuan, melainkan senjata mosala yg akan memusnahkan kamu semua!” (mosala = gada)
Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Sang Samba melahirkan gada besi dari dalam perutnya. Atas perintah Raja Ugrasena, senjata itu kemudian dihancurkan sampai menjadi serbuk. Beberapa bagian dari senjata tersebut sulit dihancurkan sehingga menyisakan sepotong besi kecil.
Setelah senjata tersebut dihancurkan, serbuk dan serpihannya dibuang ke laut. Lalu Sang Baladewa dan Sri Krishna melarang orang minum arak. Legenda mengatakan bahwa serbuk-serbuk tersebut kembali ke pantai, & dari serbuk tersebut tumbuhlah tanaman seperti rumput namun memiliki daun yg amat tajam bagaikan pedang.
Potongan kecil yg sukar dihancurkan akhirnya ditelan oleh seekor ikan. Ikan tersebut ditangkap oleh nelayan lalu dijual kepada seorang Jara seorang pemburu. Pemburu yg bernama Jara membeli ikan itu menemukan potongan besi kecil dari dalam perut ikan yg dibelinya. Potongan besi itu lalu ditempa menjadi anak panah.
Setelah senjata yg dilahirkan oleh Sang Samba dihancurkan, datanglah Batara Kala, Dewa Maut dan ini adalah pertanda buruk. Atas saran Krishna, para Wresni, Yadawa & Andhaka melakukan perjalanan suci menuju Prabhastirtha dan mereka melangsungkan upacara di pinggir pantai.
Di pantai, para Wresni, Andhaka dan Yadawa tidak bisa menghilangkan kebiasaan buruk mereka, yaitu minum arak sampai mabuk. Dalam keadaan mabuk, Satyaki berkata, “Kertawarma, kesatria macam apa kau ini? Dalam Bharatayuddha dahulu, engkau telah membunuh para putera Dropadi, termasuk Drestadyumna dan Srikandi dalam keadaan tidur. Perbuatan macam apa yg kau lakukan?”.
Ucapan tersebut disambut oleh tepuk tangan dari Pradyumna, yg artinya bahwa ia mendukung pendapat Satyaki. Kertawarma marah dan berkata, “Kau juga kejam, membunuh Burisrawa yg tak bersenjata, yg sedang meninggalkan medan laga untuk memulihkan tenaga”.
Setelah saling melontarkan ejekan, mereka bertengkar ramai. Satyaki mengambil pedang lalu memenggal kepala Kertawarma di hadapan Krishna. Melihat hal itu, para Wresni marah lalu menyerang Satyaki. Putera Rukmini menjadi garang, kemudian membantu Satyaki.
Setelah beberapa lama, kedua kesatria perkasa tersebut tewas di hadapan Krishna. Kemudian setiap orang berkelahi satu sama lain, dengan menggunakan apapun sebagai senjata, termasuk tanaman eruka yg tumbuh di sekitar tempat tersebut. Ketika dicabut, daun tanaman tersebut berubah menjadi senjata setajam pedang.
Dengan memakai senjata tersebut, para keturunan Wresni, Andhaka dan Yadu saling membunuh sesama. Tidak peduli kawan atau lawan, bahkan ayah & anak saling bunuh. Anehnya, tak seorang pun yg berniat untuk meninggalkan tempat itu.
Dengan mata kepalanya sendiri, Krishna menyadari bahwa rakyatnya digerakkan oleh takdir kehancuran mereka. Dengan menahan kepedihan, ia mencabut segenggam rumput eruka dan mengubahnya menjadi senjata yg dapat meledak kapan saja.
Setelah putera dan kerabat-kerabatnya tewas, ia melemparkan senjata di tangannya ke arah para Wresni dan Yadawa yg sedang berkelahi. Senjata tersebut meledak & mengakhiri riwayat mereka semua.
Akhirnya para keturunan Wresni, Andhaka dan Yadu tewas semua di Prabhasatirtha dan disaksikan oleh Kresna. Hanya para wanita dan beberapa kesatria yg masih hidup, seperti misalnya Babhru dan Bajra.
Krishna tahu bahwa ia mampu menyingkirkan kutukan brahmana yg mengakibatkan bangsanya hancur, namun ia tidak mau mengubah kutukan Gandari dan jalannya takdir.
Setelah menyaksikan kehancuran bangsa Wresni, Yadawa dan Andhaka dengan mata kepalanya sendiri, Krishna menyusul Baladewa yg sedang bertapa di dalam hutan.
Babhru disuruh untuk melindungi para wanita yg masih hidup sedangkan Daruka disuruh untuk memberitahu berita kehancuran rakyat Kresna ke hadapan Raja Yudistira di Hastinapura.
Di dalam hutan, Baladewa meninggal dunia dalam tapanya. Kemudian keluar naga dari mulutnya dan naga ini masuk ke laut untuk bergabung dengan naga-naga lainnya.
Setelah menyaksikan kepergian kakaknya, Krishna mengenang segala peristiwa yg menimpa bangsanya. Pada saat ia berbaring di bawah pohon, seorang pemburu bernama Jara (secara tidak sengaja) membunuhnya dengan anak panah dari sepotong besi yg berasal dari senjata mosala di dalam ikan yg telah dihancurkan.
Ketika sadar bahwa yg ia panah bukanlah seekor rusa, Jara meminta ma’af kepada Kresna. Kresna tersenyum dan berkata, “Apapun yg akan terjadi sudah terjadi. Aku sudah menyelesaikan hidupku”.
Sebelum Krishna wafat, teman Kresna yg bernama Daruka diutus untuk pergi ke Hastinapura, untuk memberi tahu para keturunan Kuru bahwa Wangsa Wresni, Andhaka dan Yadawa telah hancur. Setelah Krishna wafat, Dwaraka mulai ditinggalkan penduduknya.
Ketika Daruka tiba di Hastinapura, ia segera memberitahu para keturunan Kuru bahwa keturunan Yadu di Kerajaan Dwaraka telah binasa karena perang saudara.
Beberapa di antaranya masih bertahan hidup bersama sejumlah wanita. Setelah mendengar kabar sedih tersebut, Arjuna mohon pamit demi menjenguk paman dari pihak ibunya, yaitu Basudewa. Dengan diantar oleh Daruka, ia pergi menuju Dwaraka.
Setibanya di Dwaraka, Arjuna mengamati bahwa kota tersebut telah sepi. Ia juga berjumpa dengan janda-janda yg ditinggalkan oleh para suaminya, yg meratap dan memohon agar Arjuna melindungi mereka.
Kemudian Arjuna bertemu dengan Sri Krishna yg sedang lunglai. Setelah menceritakan kesediahnnya kepada Arjuna, Sri Krishna pun mangkat.
Sesuai dengan amanat yg diberikan kepadaya, Arjuna mengajak para wanita dan beberapa kesatria untuk mengungsi ke Kurukshetra. Sebab menurut pesan terakhir dari Sri Kresna, kota Dwaraka akan disapu oleh gelombang samudra, tujuh hari setelah ia wafat.
Tenggelamnya Kota Dwaraka ke dalam laut setelah wafatnya Sri Khrishna disaksikan langsung oleh Arjuna sebagaimana digambarkan dalam kitab Nahabharata:
“Laut, yg menghantam pantai, tiba-tiba memecahkan batas yg ditetapkan oleh alam. Laut itu bergegas ke memasuki kota dan memenuhi jalan-jalan kota yg indah.. Laut menutupi segala sesuatu di kota.” Arjuna melihat bangunan indah tenggelam satu per satu Dia lalu mengamati istana Krishna..
Dalam hitungan beberapa saat semuanya berakhir. laut itu sekarang menjadi tenang seperti daun, tidak ada bekas, kota yg indah Dwarka, yang telah menjadi tempat favorit dari semua Pandawa, kini hanya nama, hanya kenangan “. – Mausala Parva, Mahabharata.
Dalam perjalanan menuju Kurukshetra, rombongan Arjuna dihadang oleh sekawanan perampok. Anehnya, kekuatan Arjuna seoleh-oleh lenyap ketika berhadapan dengan perampok tersebut. Ia sadar bahwa takdir kemusnahan sedang bergerak. Akhirnya beberapa orang berhasil diselamatkan namun banyak harta dan wanita yg hilang.
Di Kurukshetra, para Yadawa dipimpin oleh Bajra.
Setelah menyesali peristiwa yg menimpa dirinya, Arjuna menemui kakeknya, yaitu Resi Byasa. Atas nasihat beliau, para Pandawa serta Dropadi memutuskan untuk melakukan perjalanan suci untuk meninggalkan kehidupan duniawi.
Unit Arkeologi Kelautan (MAU) bersama-sama dengan Institut Oseanografi Nasional & Survei Arkeologi India. Di bawah bimbingan Dr Rao, seorang arkeolog kelautan yg terkenal, membentuk sebuah tim yg terdiri dari para penyelam-fotografer & para arkeolog.
Teknik survei geofisika dikombinasikan dengan penggunaan gema-suara, penembus lumpur, sub-bottom profiler & detektor logam di bawah air. Tim ini melakukan ekspedisi arkeologi laut sebanyak 12 kali antara tahun 1983-1992.
Artefak dan barang antik yg ditemukan dikirim ke Laboratorium Penelitian Fisik untuk mengetahui usia artefak. Dengan menggunakan termo-luminescence, karbon dating & teknik ilmiah modern lain, artefak yg ditemukan berasal dari periode antara abad 15 hingga abad ke-18 SM.
Dalam karya besarnya, The Lost City Dwaraka, Dr Rao telah memberikan rincian penemuan-penemuan ilmiah & artefak.
Antara tahun 1983 sampai 1990, kota yg dikelilingi dinding Dwaraka ditemukan, dengan daerah lebih dari setengah mil dari garis pantai. Kota ini dibangun pada enam sektor di sepanjang tepi sungai.
Fondasi batu dinding kota yg didirikan membuktikan bahwa tanah itu direklamasi dari laut. Secara umum, kota Dwaraka yg dijelaskan dalam teks-teks kuno sesuai dengan kota bawah laut yg ditemukan oleh Unit Arkeologi Kelautan.
Menurut penemuan, Dwaraka adalah sebuah kota makmur di zaman kuno yg pernah hancur dan dibangun kembali beberapa kali. Ekskavasi besar yg dilakukan oleh Z.D. Ansari & M.S. Mate menemukan candi candi yg terkubur di dekat kota Dwaraka sekarang.
Kesimpulan dari ekskavasi-ekskavasi yg dilakukan adalah bahwa kota ini adalah sebuah kota pelabuhan yg makmur dan bertahan sekitar 60-70 tahun di abad ke-15 SM sebelum tenggelam di bawah laut pada tahun 1443 SM (meskipun masih ada yg berpendapat bahwa dwaraka tenggelam sekitar 3102SM), tapi yg jelas kota ini berasal tidak lebih dari 5000 tahun yg lalu.
Di antara benda-benda yg digali yg terbukti Dwaraka memiliki koneksi dengan epik Mahabharata yaitu segel yang diukir dengan gambar binatang berkepala tiga. Epik Mahabarata menyebutkan segel yg diberikan kepada warga Dwaraka sebagai bukti identitas ketika kota itu terancam oleh Raja Jarasanda dari kerajaan Magadha.
Fondasi batu dinding kota yang didirikan membuktikan bahwa tanah itu direklamasi dari laut sekitar 3.600 tahun yg lalu.
Epik Mahabarata juga menyebutkan kegiatan reklamasi tersebut di Dwaraka. Tujuh pulau yg disebutkan di dalamnya juga ditemukan tenggelam di Laut Arab.
“Penemuan kota legendaris dari Dwaraka yg dikatakan telah didirikan oleh Sri Krishna, adalah sebuah tonggak penting dalam sejarah India.
Karena Hal ini telah menghilangkan keraguan para sejarawan tentang historisitas Mahabharata dan keberadaan kota Dwaraka.
Hal ini juga mempersempit kesenjangan sejarah India dengan adanya kelangsungan peradaban India dari era Veda sampai hari ini. Atau dengan kata lain, telah terbukti bahwa Krishna memang benar pernah ada secara historis meskipun tentu bukan dewa.
“The Bhagavata Purana (11.30.5) menyebutkan ‘ete ghora mahotpata dvarvatyam yama-ketavah, muhurtam api atra na stheyam ada Yadu-pungavah.”
Terjemahan harfiah adalah “Bencana ini telah menjadi simbol kematian & bangsa Yadavas tak bisa bertahan di sini lebih lama lagi".
Hal ini mirip dengan kerusakan yg ditimbulkan tsunami yg mungkin terjadi pada Dwaraka kuno dan penduduknya.