Mitos
Dark Mode
Large text article

Sang Sakera, Jagoan dari Madura

Sakera sebenarnya terlahir dengan nama Sadiman. Ia merupakan salah satu keturunan ningrat dari kalas MAS, di kelurahan Raci, Kota Bangil Pasuruan, Jawa Timur. Sakera tumbuh menjadi seorang pemberani dan jagoan di daerahnya. Ia bekerja sebagai mandor di perkebunan tebu milik pabrik Gula Kancil Mas Bangil.

Sakera memiliki kumis lebat dan penampilan sangar. Meski demikian, ia tetaplah mandor yang baik. Hingga akhirnya ia dijuluki dengan nama Sakera yang memiliki arti ringan tangan.

Sakera menjalani kehidupannya dengan bahagia. Ia bahkan memiliki dua istri. Yang bertama bernama Ginten, sementara yang kedua bernama Marlena. Ia juga merawat keponakannya yang bernama Brodin.

Namun kehidupannya yang bahagia itu berubah drastis saat ia dituding sebagai pembunuh dan menjadi buronan para kompeni. Hal itu berawal dari keberanian Sakera yang melakukan perlawanan pada pihak Belanda.
Setelah musim giling selesai, pabrik gula sangat membutuhkan banyak lahan untuk menanam tebu. Orang Belanda dengan liciknya berniat membeli lahan warga dengan harga sangat murah demi memperluas area kebun mereka.

Belanda pun meminta pada carik Rembang untuk menyiapkan lahan dengan harga murah tersebut dalam waktu singkat. Carik tersebut diiming-imingi imbalan yang akhirnya membuat si carik sepakat.

Si Carik menggunakan cara kekerasan untuk memaksa para warga menjual lahan mereka. Tidak terima melihat hal tersebut, Sakera pun membela para rakyat dan membuat upaya si carik gagal. Tindakan Sakera pun dilaporkan pada pemimpin perusahaan. Akhirnya, orang perusahaan pun berencana untuk membunuh Sakera.
Markus, sang wakil pemimpin perusahaan datang ke menantang Sakera. Hal itu membuat ia marah dan tak segan membunuh Markus dan juga para pengawalnya. Sejak saat itulah Sakera menjadi buronan para polisi pemerintah Hindia Belanda.

Suatu hari, saat Sakera berkunjung ke rumah ibunya, ternyata mereka mengancam akan membunuh ibunya jika Sakera tidak menyerah. Sakera akhirnya pun kalah dan dipenjara di Bangil. Sakera disiksa bertubi-tubi.
Tak hanya itu, ternyata keponakannya yang bernama Brodin justru main serong dengan istrinya yang kedua, Marlena. Mendengar kabar tersebut, Sakera marah besar dan kabur dari penjara.

Ia pun membunuh Brodin, dilanjutkan pada carik Rembang dan semua petinggi perkebunan yang memeras rakyat. Bahkan polisi Bangil pun menjadi korban tebasan celuritnya saat hendak menangkap Sakera.
Para polisi Belanda kerepotan menghadapi ulah Sakera. Terlebih Sakera sangat kuat, bisa dibilang sakti. Akhirnya Belanda pun mencoba mencari tahu kelemahannya.
Mereka mendatangi seorang teman seperguruan Sakera bernama Aziz untuk mendapatkan informasi. Tergiur oleh iming-iming tersebut, Aziz pun bersedia menjebak Sakera dengan mengadakan tayuban.

Sakera sangat menyukai tayuban, ia pun muncul dan hendak ikut menari, namun ternyata saat itu ilmunya dilumpuhkan menggunakan bambu apus yang merupakan kelemahannya. Sakera pun dihukum gantung. Ia dimakamkan di Bekacak, Kelurahan Kolursari, daerah paling selatan Kota Bangil.

Keberanian Sakera dalam memperjuangkan rakyat kecil memang patut diacungi jempol. Sayangnya, kisah heroik sang ahli celurit ini jarang diketahui apalagi didokumentasikan. Walaupun demikian, nama Sakera tetap terukir dan menjadi panutan bagi masyarakat Jawa Timur.
Post a Comment