Bapak Metodologi, Seorang penelitian sejarah Indonesia
11:01 PM
Hoesein Djajadiningrat memiliki nama lengkap Pangeran Arya Djajadiningrat. Ia dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1886 di Kramatwatu, Serang, Banten dan meninggal di Jakarta 12 November 1960 pada usia 73 tahun. Ayahnya merupakan bupati Banten yang bernama Raden Bagoes Djajawinata dan diizinkan bernama Ratu Salehah. Ia memiliki dua kakak yaitu Ahmad Djajadiningrat dan Hasan Djajadiningrat. Kakaknya yang bernama Ahmad melanjutkan jalan yang menjadi bupati Banten, sedangkan Hasan menjadi tokoh dalam Sarekat Islam.
Karena Hoesein merupakan anak dari golongan pejabat, maka ia bisa mengenyam pendidikan modern yaitu di Hogare Burger School (HBS). Saat masih remaja ia sudah terlihat sebagai pemuda yang pintar dan berbakat dalam ilmu agama dan pengetahuan umum. Melihat potensi yang dimiliki Hoesein, maka Snouck Hurgronje menyekolahkan Hoesein ke Universitas Kerajaan Leiden pada tahun 1905 setelah lulus dari HBS tahun 1899. Lebih lanjut ia memperoleh gelar doktor pada tahun 1913 dengan desertasinya yang dijual Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten (lihat Kritis Tentang Sejarah Banten ) dan mendapat predikat cumlaude dari promotornya Snouck Hurgronje.
Pada bulan Mei 1914 hingga April 1915 ia tinggal di Aceh untuk belajar bahasa Aceh guna menyiapkan Kamus Bahasa Aceh - Belanda. Dengan bantuan dari Teuku Mohammad Nurdin, Abu Bakar Aceh, dan Hazaeu hingga akhirnya kamus tersebut dapat diselesaikan dengan judul Atjeh - Nederlandsch Woordenboek pada tahun 1934. Pada tahun 1919 ia menggunakan pembina surat kabar Sekar Roekoen yang juga Sunda yang diputuskan oleh Perkoempoelan Sekar Roekoen . Selain itu ia menerbitkan Pusaka Sunda (majalah membantah Sunda yang membahas tentang pertanian Sunda). Pada tahun yang sama ia juga mendirikan Java Instituut dan sejak tahun 1921 menjadi redaktur majalahDjawa yang diterbitkan oleh lembaga tersebut bersama-sama dengan Raden Ngabehi Purbacaraka (Poerbatjaraka).
Tahun 1924 ia diangkat sebagai guru besar di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta dan memberikan kuliah tentang Hukum Islam, bahasa Jawa, Melayu, dan Sunda. Tahun 1935 dan 1941 Rapat menjadi anggota Dewan Hindia. Ia tidak pernah menjadi naskah konservator (manuskrip) di Bataviaasch Genootschap dapat Kunsten en Wetenschappen (Perkumpulan Masyarakat Pencinta Seni dan Ilmu Pengetahuan). Pada mulanya sebagai anggota direksi, kemudian dari tahun 1936 menjadi ketuanya. Pada tahun 1940 ia merencanakan sebagai Direktur Pengajaran Agama.
Pada Masa Jepang ia disetujui sebagai Kepala Departemen Urusan Agama. Tahun 1948 diangkat menjadi Menteri Pengajaran, Seni, dan Ilmu Pengetahuan pada masa pemerintahan presiden Sukarno. Tahun 1952 menjadi guru besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Tahun 1957 menjadi pemimpin umum Lembaga Bahasa dan Budaya (LBB) sekaligus merangkap sebagai anggota Komisi Istilah di lembaga tersebut.
Karya-karya yang dihasilkan oleh Hoesein Djajadiningrat terbilang cukup banyak. sebagai kaum pribumi Hoesein berhasil membuktikan prestasinya tidak kalah dengan orang-orang Belanda. Hasil karyanya yang fenomenal adalah Critische Beschouwingen van de Sejarah Banten (1913) yang merupakan hasil disertasinya di Universitas Leiden, Belanda.
Hoesein Djajadiningrat yang tertera dalam keputusan presiden No. 86 / TK / Tahun 2015 pada tanggal 7 Agustus 2015 tentang Penganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Paramadharma kepada 8 orang. Hoesein Djajadiningrat termasuk ke dalam 8 daftar nama tersebut sebagai pelopor tradisi keilmuan.
Karena Hoesein merupakan anak dari golongan pejabat, maka ia bisa mengenyam pendidikan modern yaitu di Hogare Burger School (HBS). Saat masih remaja ia sudah terlihat sebagai pemuda yang pintar dan berbakat dalam ilmu agama dan pengetahuan umum. Melihat potensi yang dimiliki Hoesein, maka Snouck Hurgronje menyekolahkan Hoesein ke Universitas Kerajaan Leiden pada tahun 1905 setelah lulus dari HBS tahun 1899. Lebih lanjut ia memperoleh gelar doktor pada tahun 1913 dengan desertasinya yang dijual Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten (lihat Kritis Tentang Sejarah Banten ) dan mendapat predikat cumlaude dari promotornya Snouck Hurgronje.
Pada bulan Mei 1914 hingga April 1915 ia tinggal di Aceh untuk belajar bahasa Aceh guna menyiapkan Kamus Bahasa Aceh - Belanda. Dengan bantuan dari Teuku Mohammad Nurdin, Abu Bakar Aceh, dan Hazaeu hingga akhirnya kamus tersebut dapat diselesaikan dengan judul Atjeh - Nederlandsch Woordenboek pada tahun 1934. Pada tahun 1919 ia menggunakan pembina surat kabar Sekar Roekoen yang juga Sunda yang diputuskan oleh Perkoempoelan Sekar Roekoen . Selain itu ia menerbitkan Pusaka Sunda (majalah membantah Sunda yang membahas tentang pertanian Sunda). Pada tahun yang sama ia juga mendirikan Java Instituut dan sejak tahun 1921 menjadi redaktur majalahDjawa yang diterbitkan oleh lembaga tersebut bersama-sama dengan Raden Ngabehi Purbacaraka (Poerbatjaraka).
Tahun 1924 ia diangkat sebagai guru besar di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta dan memberikan kuliah tentang Hukum Islam, bahasa Jawa, Melayu, dan Sunda. Tahun 1935 dan 1941 Rapat menjadi anggota Dewan Hindia. Ia tidak pernah menjadi naskah konservator (manuskrip) di Bataviaasch Genootschap dapat Kunsten en Wetenschappen (Perkumpulan Masyarakat Pencinta Seni dan Ilmu Pengetahuan). Pada mulanya sebagai anggota direksi, kemudian dari tahun 1936 menjadi ketuanya. Pada tahun 1940 ia merencanakan sebagai Direktur Pengajaran Agama.
Pada Masa Jepang ia disetujui sebagai Kepala Departemen Urusan Agama. Tahun 1948 diangkat menjadi Menteri Pengajaran, Seni, dan Ilmu Pengetahuan pada masa pemerintahan presiden Sukarno. Tahun 1952 menjadi guru besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Tahun 1957 menjadi pemimpin umum Lembaga Bahasa dan Budaya (LBB) sekaligus merangkap sebagai anggota Komisi Istilah di lembaga tersebut.
Karya-karya yang dihasilkan oleh Hoesein Djajadiningrat terbilang cukup banyak. sebagai kaum pribumi Hoesein berhasil membuktikan prestasinya tidak kalah dengan orang-orang Belanda. Hasil karyanya yang fenomenal adalah Critische Beschouwingen van de Sejarah Banten (1913) yang merupakan hasil disertasinya di Universitas Leiden, Belanda.
Hoesein Djajadiningrat yang tertera dalam keputusan presiden No. 86 / TK / Tahun 2015 pada tanggal 7 Agustus 2015 tentang Penganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Paramadharma kepada 8 orang. Hoesein Djajadiningrat termasuk ke dalam 8 daftar nama tersebut sebagai pelopor tradisi keilmuan.