Sejarah Kyai Ageng Basyariyah / Syeikh Wulan - Madiun


Gapura Masuk Masjid Sewulan
Dagangan - Madiun.
Kyai Ageng Basyariyah atau nama mudanya Raden Mas Bagus Harun adalah putra dari Dugel Kesambi (Pangeran Nolojoyo), adipati Ponorogo pada akhir abad ke 17 M di bawah naungan Kerajaan Mataram.

Meski diasuh dalam keluarga ningrat, RM Bagus Harun lebih banyak menghabiskan masa mudanya untuk nyantri dan menimba ilmu kepada Kyai Ageng Hasan Besari (tegal sari - Ponorogo).

Kepada gurunya ini, RM Bagus Harun tidak hanya belajar ilmu syariat dan tauhid, namun juga memperdalam tasawuf khususnya ajaran tarekat. Selama berguru kepada KA Hasan Besari, RM Bagus Harun dikenal sebagai murid yang alim, cerdas dan tawadhu. Karena itulah, RM Bagus Harun menjadi murid kesayangannya bahkan sampai diangkat menjadi anak.


Bagus Harun yang kemudian lebih sering dikenal dengan Kiai Ageng Basyariyah kemudian menetap di Sewulan dan mendirikan masjid dan pesantren hingga akhir hayatnya. Makamnya berada di kompleks makam Sewulan di sebelah Barat Masjid Agung Sewulan, tepatnya di cungkup utama.


Di cungkup utama tersebut, makam Kiai Ageng Basyariyah diapit oleh putrinya (Nyai Muhammad Santri) dan menantunya (Kiai Muhammad Santri). Ketiga makam tersebut di naungi kain berwarna hijau. Di atasnya terdapat kaligrafi dengan khot berwarna emas dan background hitam.

Tepat di depan makam Kiai Ageng Basyariyah terdapat songsong tiga tingkat berwarna hijau nan indah. Songsong ini dihias dengan sepasang naga di bawahnya dan difungsikan sebagai rak sederhana untuk tempat Al Quran dan Surat Yasin.


Kompleks pemakaman di areal Masjid Agung Sewulan ini nampaknya menjadi pemakaman bagi bani / keluarga basyariyah. Almarhum KH Abdul Bashit, Pengasuh PP Oro Oro Ombo Madiun juga anggota bani / keluarga Basyariyah.

Makamnya berjarak beberapa meter sebelah barat dari cungkup. Pemakaman “tua” yang menjadi salah satu situs wisata ziarah di Madiun ini selalu ada yang mengunjungi setiap harinya, terlebih di Bulan Ramadhan. Beberapa peziarah dan warga sekitar menyakini bahwa makam ini merupakan makam yang keramat.

KH Abdurrahman Wahid ( Gus Dur) juga memiliki garis darah dengan Kiai Ageng Basyariyah. Ulama yang negarawan dan budayawan tersebut menjadi salah satu keturunan ketujuh dari Kiai Ageng Basyariyah. Nenek Gus Dur (Ibu Nyai Hasyim Asy’ary) yang bernama Nafiqoh merupakan salah satu putri dari Kiai Ilyas, putra dari Kiai Raden Mas Buntaro.

Kyai Mas Buntaro ini adalah salah satu putra dari Kiai Muhammad Santri sekaligus cucu langsung dari Kiai Ageng Basyariyah. Menurut pangakuan Mbah Mawardi, Gus Dur sempat hidup selama 3 tahun di Sewulan semasa kecil, bersama keluarga besar neneknya.
Ketua Takmir Masjid Sewulan ini pernah mengisahkan bahwa Gus Dur adalah sosok yang pandai bergaul dan suka bercanda.

Beserta beberapa teman sepermainan, mereka kerap bermain-main di kolam depan Masjid Sewulan. Bahkan kerabat Gus Dur satu ini mengaku punya saksi berupa goresan kecil di pelipis.

“Ini merupakan kenang-kenangan waktu dulu bermain dengan Gus Dur di kolam ini”, kenangnya sambil tersenyum.

Berikut Sejarah Berdirinya Desa dan Masjid Sewulan

Pada masa itu awal Tahun 1741 terjadi pemberontakan Raden Mas Gerendi ( Sunan Kuning) Pangeran cucu Amangkurat III yang diangkat oleh komunitas Tionghoa yang dipimpin Tai Wan Sui, merebut Keraton Kartasura (geger Pacianan). Pakubuwono II Raja Keraton Kartasura melarikan diri ke Ponorogo berlindung di pesantren Kyai Ageng Besari sekaligus meminta pertolongan dari sang Kyai.

Kyai Ageng Besari mengutus murid kinasihnya, Raden Bagus Harun berangkat ke Kartosuro untuk berperang merebut kembali keraton, berkat pertolongan Allah SWT Raden Bagus Harun berhasil mengemban tugas dari sang Guru Kyai Ageng Besari.

Setelah Keraton aman Sinuhun Pakubuwono II kembali ke kartosuro, namun keadaan keraton sudah hancur lebur maka keraton di pindah ke daerah Sala (Surokarto).
Sekembalinya Sinuhun Pakubuwono II dari Ponorogo, beliau menganugerahi pangkat kepada Raden Mas Bagus Harun, karena Biwara Bhaktinya.

Sinuhun mengetahui silsilah Bagus Harun masih keturunan Sutowijoyo, namun Bagus Harun menolak dengan halus karena dia ke keraton mengemban tugas dari gurunya Kyai Ageng Besari.

Sinuhun pun akhirnya menganugerahi pusaka keraton SONGSONG / PAYUNG TUNGGUL NOGO kepada Bagus Harun (perlu di ketahui payung disini bukan payung yang biasa di jual di pasar, namun songsong / payung kerajaan sebagai identitas pemerintahan, yang secara tidak langsung mengisyaratkan pemberian tanah perdikan, sebagai tanah pemberian raja).

Bagus Harun pun kembali ke Tegalsari Ponorogo untuk menghadap kepada gurunya. Pusaka pemberian dari Sinuhun PB II diaturkan kepada gurunya, namun gurunya menolak karena merasa tidak berhak. Dan Bagus Harun lah yang berhak, karena dia yang memadamkan pemberontakan Sunan Kuning.

Raden Mas Bagus Harun juga enggan menerima pusaka tersebut, karena menurutnya yang berhak adalah gurunya. Akhirnya Kyai Ageng Hasan Besari menyuruh Bagus Harun untuk membuang Songsong / Payung Tunggul Nogo tersebut di jembatan Sekayu (sungai besar sebelum masuk Ponorogo) dan konon pusaka tersebut berhenti di Kedung Bang Pluwang, Nglengkong, Sukorejo, Ponorogo.

Kemudian Bagus Harun di perintah oleh Kyai Ageng Hasan Besari untuk berjalan menuju utara mengembangkan syiar Islam tidak boleh berhenti sebelum 1000+ (sewu dan lan).

Terdapat banyak versi mengenai asal usul nama SEWULAN itu sendiri, ada yang mengatakan sewu wulan (seribu bulan), ada yang mengatakan seribu hari lebih sedikit atau sekitar 2,5 tahun, ada juga yang mengatakan Raden Bagus Harun di beri KEKANCINGAN oleh Pakubuwono II berupa tanah 1000 wuwul / Ha untuk ditempati di jadikan Desa untuk selama-lamanya, di bebaskan dari segala pajak nagari untuk selama-lamanya dan di bebaskan mengatur Desanya dengan menurut hukum yang diterapkan.

Ada juga versi yang menceritakan perjalanan Raden Bagus Harun untuk mencari lagi Songsong Payung yang tekah dibuangnya, hal itu berawal dari keinginannya untuk mendirikan sebuah pondok pesantren untuk mengamalkan ilmu Agama yang telah diterimanya dari Tegalsari, namun Raden Bagus Harun bingung kemana dia akan berdiam dan tinggal, dengan ijin gurunya (Ky Hasan Besari) diperbolehkan dengan syarat ; harus menemukan kembali payung yang dia buang ke sungai waktu itu.

Perjalanannyapun sampai di antara dua sungai besar di wilayah utara, dan disitu beliau menemukan kembali payung / songsong yang sudah dalam keadaan rusak,  dan Bagus Harun kembali ke Tegalsari untuk menyampaikan keberhasilannya tersebut, kemudian Ky Hasan Besari melaporkan ke Sinuhun Pakubuwono ll bahwa Muridnya Raden Mas Bagus Harun ingin menetap disuatu daerah yang telah dia temukan untuk menyebarkan ilmu Agama.

Pada tahun 1742 Desa Perdikan Sewulan berdiri dengan dipimpin oleh Bagus Harun (Kyai Ageng Basyariyah) beserta keturunannya, dan didirikanlah masjid dan pondok oleh Kyai Ageng Basyariyah.

Pembangunan Masjid Agung Sewulan di kerjakan langsung oleh beliau Kyai Ageng Basyariyah dan menantu beliau, (R.Mas Muh Santri / Temenggung Alap-Alap Kuncen, Caruban, Madiun).

Sebelum membangun masjid tersebut Kyai Ageng menghendaki posisi bangunan agak keselatan dari pengimamam dengan harapan kelak anak cucu beliau menjadi orang alim dan soleh. Sedang menantunya (R.Muh.Santri) menghendaki letak pengimaman sebelah utara dengan harapan kelak anak cucunya menjadi orang yang terhormat / umaro.

Akhirnya terjadi kesepakatan pengimaman masjid berada di tengah seperti yang ada sekarang ini, dengan harapan kelak anak cucunya selain menjadi Ulama juga Umaro.

Seperti halnya Presiden Republik Indonesia ke -4 KH.Abdurrahman Wahid (gusdur) dan mantan menteri Agama RI Maftuh Basyuni juga tercatat sebagai keturunan Kyai Ageng Basyariyah.

Masjid Sewulan ini juga masjid yang mempunyai ketebalan bangunan tembok tertebal, yaitu setebal 1,5 meter, beda dengan bangunan - bangunan masjid atau rumah yang ada saat lalu dan sekarang.





                       Silsilah Kyai Ageng Basyariyah
                                     (Syeikh Wulan)


                           Syeikh Maulana Maghribi
(Konon menikah dengan Dewi Roso Wulan adik Sunan Kalijaga)
                                                 ][
     R. Kidang Telangkas / Jaka Tarub / Ki Ageng Tarub
           (Menikah dengan Bidadari Nawangwulan)
                                                 ][
                              Dewi Retno Nawangsih
        (Diperistri R. Bondan Kejawan bin Brawijaya V)
                                                 ][
            Ki Ageng Getas Pendowo (Syeikh Abdulloh)
                                                 ][
                 Ki Ageng Selo (Syeikh Abdurrahman)
                                                 ][
                                     Ki Ageng Henis
                                                 ][
                               Ki Ageng Pemanahan
                                                 ][
     Panembahan Senopati Sutawijaya - Raja Mataram I
                                                 ][
                                P. Haria Pringgalaya
(Kemungkinan beliau adalah putra sang Panembahan, dari permaisuri II yakni : Dewi Retno Djumilah Madiun)
                                                 ][
                        P. Padurekso (Adipati Gresik)
                                                 ][
                    P. Darpa Sentana (Adipati Gresik)
                                                 ][
      P. Bagus Abdul Iman/Abdul ‘Alim (Adipati Sumoroto     Ponorogo)
                                                 ][
      Kyai Ageng Nalajaya / P. Dugel Kesambi / Kyai Ageng Prongkot (Adipati Sumoroto Ponorogo)
                                                 ][
      R. Mas Bagus Harun / Syeikh Wulan (Kyai Ageng Basyariyah) – Sewulan, Madiun.

3/Post a Comment/Comments

  1. Pengalaman pertama kali Sowan Dateng pesarehan Ipun eyang Sewulan , Dalam rangka menjalankan salah satu amanah dari Orang tua. amanah tsb yaitu "Ngumplne balung pisah"(bahasa Jawa) yang artinya mencari silsilah.

    Dan memang bener2 terasa sejuk ten Daleme (Pesarehan/makam) eyang Sewulan, dan Hening begitu Masuk Di Lemari Hijau sebutan pintu Masuk Pesarehannya. Bahkan Ayah sy sempat bercerita ,dahulu kala jaman masih penjajahan Pada saat eyang putri (Ibu dr ayah sy) masih kecil, Orang2 / masyarakat sekitar jika melintasi Depan jalan Pesarehan Eyang Sewulan (Kyai Ageng Basyariyah) harus Menuntun Sepeda Pancal nya , dan yang pejalan kaki atau Masyarakat mau pergi ke sawah dan melewati jalan depan Pesarehan Beliau dg cara merunduk seperti dalam kalimat berbahasa dg org lain yaitu "Permisi Kami numpang lewat" dan itu karena masyarakat sekitar mengakui bahwa Disitu terdapat makam keturunan keraton Mataram (bangsawan/ningrat) yg Berjuang menyebarkan / syiar agama Islam dan atau makam Syekh/Wali yang perlu dihormati jika melintas didepan makam tsb,dan Beberapa kali ada sempat kejadian jika tidak Menuntun / turun dr kendaraan yg diKendarai org tsb Ciloko/celaka karena tidak menghormati adanya Makam Kyai Ageng Basyariyah yg Juga Keturunan Keraton / Bangsawan.

    Subhanallah Begitu diHormati nya Beliau,hingga akhir hayatnya pun masih diHormati oleh Masyarakat sekitar. Tapi entah pada jaman milenial skrg ini,tahun yg sudah masuk Ke Era Modern,teknologi,dan Era dimana Adat istiadat,Budaya,hingga Pelajaran dalam sekolah pun Mgkn tidak ada atau Hilang yg namanya "Unggah Ungguh,Tepo Sliro" org Jawa bilang / Sopan santun dan saling menghormati. Bahkan ilmu sopan serta santun pun dalam keluarga Semakin Luntur maka kehidupan pribadi masing2 manusia 1 dengan yang lain pun Tidak Nyaman/Tentram dilingkungan kluarga maupun sekitar...


    Terima kasih admin udah diperbolehkan nulis Komen/Tulisan Pengalaman pribadi.
    Pangapunten ingkang kathah menawi wonten Lepat utawi salah dalam Cerita dan tulisannya🙏 Krn Manusia yg bercerita pun hanya Manusia biasa yg hanya dlm rangka menjalankan amanah dr Orang Tua...

    #AllohumaSholliAlaMuhammad🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. https://photos.app.goo.gl/ZSxVPqY4xFMMzAsC7

      https://photos.app.goo.gl/GqiTw7nehpDfQfFL7

      https://photos.app.goo.gl/UcmeNq6M1d3BdkE89

      Beberapa dokumentasi pada saat Ziarah,Sowan Dateng Pesarehan Eyang Sewulan (syekh Wulan) / Kyai Ageng Basyariyah/ R.Mas Bagus Harun

      Delete
  2. Sesepuh Tegalsari yang menjadi Eyang Bagus Harun(Eyang Basyariyah) ialah Mbah Kyai Ageng Mohammad Besari, bukan Mbah Kyai Ageng Hasan Besari. Eyang Kyai Ageng Hasan Besari adalah cucu dari Mbah Kyai Ageng Mohammad Besari Tegalsari dari Kyai Ilyas Tegalsari. Salam silaturrohim dari Debog bosok(keturunan ke 9) Eyang Bagus Harun dari Eyang Nyai Machali Uteran Madiun yang di Ponorogo 🙏🏻🙏🏻

    ReplyDelete

Post a Comment

CAKRAWALA Cyber

👁️‍🗨️ Dibaca :